Terlalu yang terlambat, yang padahal seperti untukku

Terlambat, satu kata yang aku kebingungan sendiri dalam mendeskripsikannya. tentu terlambat yang aku maksut berkaitan dengan sebuah peristiwa rasa–perasaan. mau cari kemana ya definisi ini, mau muter-muter kemanapun tetap akan sama; penyesalan dan menyalahkan. menyalahkan sang pembuat takdir, rasanya tidak tau diri. menyesal dengan pernyataan andai saja, buat apa !

ku telan semua sakit pada akhirnya, sesekali meyalahkan waktu yang kenapa lebih cepat, menyalahkan sebuah pertemuan,  sesekali menyalahkan kehidupan orang dewasa dengan permainan takdir yang sakit. iya, rasanya dipermainkan takdir, digoreng sampai bingung sebenarnya warna sebuah matang sesuatu yang di goreng itu yang seperti apa. apa seperti warna hitam gosong yang sering aku terima, Tuhan. tolong beritahu sekalian kenapa harus aku.

kata kenapa yang akhir-akhir ini berenang dengan kiloan air yang berat di kepala rasanya sudah tidak berasa lagi, mati rasa ya namanya? atau ini sakit yang benar-benar sakit. 

Sebuah pertemuan dan di temukan ternyata sesuatu yang berbeda ya, meskipun pada akhirnya berlabuh di tempat rasa nyaman. sebagai orang yang di temukan lalu di batasi atas nama tembok takdir yang tidak tepat, pada akhirnya sama, sama-sama sakit yang mendominasi. lalu, apalagi kalau tidak belajar melepas dan ikhlas. belajar ikhlas–lagi, ah bulshit.

selain pada akhirnya kembali ke ikhlas, tanpa mencari tau lagi apa itu definisi terlambat. tapi aku belum di posisi itu. kalau di awal aku bilang aku telan semua rasa sakit, aku berbohong. aku hanya berani menggantung, sampai tidak tau, sampai kering, sampai-sampai aku terbiasa bahwa ada yang menggantung.



Posting Komentar

Tinggalkan jejak disini :)
Posting Komentar