Membawa Cerita dari Cianjur : Pengalaman Menjadi Relawan Gempa Cianjur 5,6 magnitudo

pengalaman menjadi relawan gempa cianjur 5,6 magnitudo di bawah naungan Komunitas Gebrak Indonesia, di Posko Pengungsian Desa Nagrak dan Desa Sarampat

duduksebentar.website – Sebuah kisah singkat yang akan bembekas selamanya. Pengalaman yang serba pertama kali ini, sejauh ini menjadi pengalaman peringkat pertama selama aku di Bumi. Pertama kali menjadi volunteer di kebencanaan, juga pertama kalinya sebagai rakyat yang terlahir di ujung Jawa Timur memberanikan seorang diri menginjakkan kaki ke Jawa Barat dengan total perjalanan hampir dua-puluh-empat-jam. Meskipun sebelumnya pernah beberapa kali ikut serta dalam acara volunteer, tidak menyudutkan aku sepenuhnya mampu, tentu semua perjalanan ini ada banyak pertimbangan, juga kekhawatiran–tetap saja menjadi volunteer di bidang kebencanaan yang pertama ini aku siap dengan segala risikonya, tentu tidak asal juga–selain memantapkan tujuan, juga menyiapkan fisik,mental,dan planning selama di lokasi, hal apa yang akan kamu berikan kepada mereka disana. Melihat peluang untuk bisa menyapa secara langsung warga yang sedang Allah uji dengan bencana, pada akhirnya bulat mengambil kesempatan itu. Tunggu, bukan berarti keputusanku yang paling mulia disini, namun sekali lagi semua orang memiliki kesempatan ini dengan berbagai cara untuk membantu sesama; dengan materi, fisik, keahlian bahkan dengan cara paling mudah namun seringkali dilupakan: Do’a.

Kali pertama turun dari kereta, masih teringat jelas rasanya menjadi seorang diri yang tidak mengenal siapa-siapa, aku tepis rasa takut, aku ganti dengan euforia akan berjumpa dengan orang-orang yang memiliki tabah paling besar. Tidak sabar melihat wajah lucu anak-anak disana–mengajaknya bermain, juga menyapa dan ngobrol dengan warga disana.

Oiya, kegiatan kami relawan di Cianjur di naungi oleh Komunitas Gebrak Indonesia, kami relawan yang berasal dari berbagai kota sebelumnya memang tidak mengenal satu sama lain. Kami relawan medis dan trauma healing di challenge untuk bebes berkreasi selama di lapangan, membuat kegiatan yang menarik juga bermanfaat, seluruhnya di support oleh Gebrak Indonesia.

Baca juga : Indonesia Butuh Relawan Kemanusiaan

Esok harinya kami diantar ke posko pengungsian oleh salah satu koordinator lapangan, beliau yang  menjadi pembuka kegiatan kami disana, menceritakan secara detail kondisi dan kebutuhan warga yang terdampak, tentu sangat mempermudah kami membuat kegiatan selama di posko kebencanaan . Di sepanjang perjalanan ke lokasi rasanya ini tidak masuk akal, bagaimana bisa rumah-rumah yang awalnya kokoh bisa hancur dengan sepersekian detik saja, aku yang melihat langsung sama hancurnya.

Tiba di posko Desa Nagrak, desa yang tidak terlalu jauh dari pusat kota, terlihat ada banyak tenda tempat pengungsian warga, aku masih melihat banyak bangunan yang masih berdiri “alhamdulillah berarti disini tidak terlalu parah” pikirku. Sambutan ceria dari anak disana membuat perasaan hancur sebelumnya seperti utuh kembali, aku mendengar teriakan “yey trauma healing, akan ada trauma healing lagi” ucapnya dengan full senyum dan loncatan-loncatan kecil khas anak kecil. Mereka menyambut kami dengan gembira, membantu membawakan barang-barang kami dengan semangat, menyebar luaskan secara estafet kedatangan kami. “kami disambut, tidak salah jauh-jauh kesini” pikirku saat itu. Alih-alih diberikan istirahat sejenak, kami langsung di todong untuk segera mengajak mereka semua bermain, selepas merapikan barang-barang yang kami bawa–di lanjut dengan perkenalan, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa akrab dengan anak-anak dan warga lainnya disana.

 

Shalat Magrib di Posko Pengungsian Desa Nagrak

Kami habiskan waktu kami disana dengan bermain games, kelas mengajar, cek kesehatan gratis dan pengobatan gratis. Jika ada waktu kosong kami manfaatkan untuk menyisir rumah warga meskipun sekedar menyapa dan ngobrol bersama mereka.

Satu minggu di Posko Nagrak, kami pindah lokasi ke Posko Sarampat–Desa dimana titik gempa 5,6 magnitudo berasal. Jika di Posko Nagrak aku masih bisa melihat rumah-rumah yang kebanyakan masih utuh namun tetap saja ada retakan dimana-mana, sebuah dilema warga hanya berani untuk bermukim di rumah ketika siang hari, untuk tidur di malam hari mereka memilih di posko pengungsian–maka di Posko Sarampat bisa di hitung jari rumah-rumah yang masih utuh, banyak retakkan tembok yang parah sampai hancur tidak layak huni–hampir tidak ada yang berani menghabiskan waktunya lagi di rumah sendiri. Tempat ibadah, sekolah, rumah dan gedung-gedung lainnya hancur tanpa ampun. Begitu membekas di ingatan bagian paling trauma, kejadian yang terjadi yang tanpa bisa kita raba sebelumnya, begitu takut menjadikan rumah sebagai tempat melepas penat (lagi). 
 
Melihat orang-orang yang bisa bertahan di titik paling rendahnya, membuat aku lebih sering lagi melirik pada diri sendiri. Cerita-cerita yang kami dengar dari warga; cerita saat kejadian, cerita bagaimana diperlakukan oleh pemerintah, cerita keluhan-keluhan warga, cerita hikmah yang di dapat dll, juga melihat anak-anak yang rumah dan tempat belajarnya tidak utuh lagi, belum lagi masalah kesehatan, berteduh di tenda panas jika siang, dingin jika malam, kebanjiran jika hujan membuat tak sedikit dari mereka yang kambuh dengan alerginya hingga gatal akibat jamur– sungguh mampu menguras mentalku sebagai relawan, ingin membantu banyak tapi tidak bisa berbuat banyak. 
 
Hadir di tengah-tengah mereka sebagai tim medis yang merangkap jadi tim trauma healing sungguh menyenangkan, meski tidak banyak yang aku berikan pada mereka disana. Namun, terlihat jelas bahwa kehadiran kami sebagai relawan-pun sudah membuat beliau semua senang, meskipun akan tiba saatnya kami berpisah kembali. Senang sekaligus sedih, bagaimana tidak setelah kami membuat kenangan manis, bermain, belajar setiap hari lalu kemudian kami harus berpisah kembali. Tak apa semoga yang kami berikan sedikit ini bermanfaat sekaligus di kenang selamanya. Kita bisa berjumpa kembali di kemudian hari di keadaan yang lebih baik.

Kilas balik cerita ini bukan hanya perjalanan lintas provinsi, namun mari maknai sebagai perjalanan yang mampu membuat hati dan pikiran terbuka kembali. Mungkin yang Allah uji warga Cianjur tapi harapannya yang mendapat hikmah di balik musibah ini seluruh dunia. sampai saat ini banyak warga yang masih tidak memiliki huntara/hunian sementara, mereka masih butuh uluran tangan dari kita. Peluk sebesar dunia buat warga yang terdampak. Harapanku segera pulih kembali.


Galeri of volunteer Cianjur :












 

 

Posting Komentar

Tinggalkan jejak disini :)
Posting Komentar