Memaknai Hari Lahir : Serta Mulia, Panjang Kebaikannya, Berakhir Bahagia

Memaknai hari lahir bagiku bukan hanya tentang bertambahnya usia, tapi berkurangnya jatah hidup di dunia. Pernah ada di suatu moment aku kebingunan memaknai apa itu seberannya ulang tahun. 

haruskah dirayakan?

Haruskan ada kalimat selamat ulang tahun?

Haruskah ada acara traktir makan?

Haruskan ada kado yang diberikan?, dan keharusan lainnya yang sudah mendaging di sekitar kita. Tidak, aku tidak akan berbicara merayakan ulang tahun itu hal yang bid’ah, aku tidak membenarkan itu, juga tidak menyalahkan itu, biar itu menjadi hak setiap individu. Diluar kontes bid’ah aku sendiri merasa kebingunan jika ulang tahun harus dirayakan bahkan jadi keharusan ada kue di moment itu, apalagi harus ada ucapan dari orang terdekat.

Duh.. rasanya itu jadi beban tersendiri bagiku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak memasang alrm setiap tangal lahir teman-temanku, bahkan keluarga dan sahabat terdekatku. Bukan apa-apa, biarkan aku mendoakan mereka tanpa harus menunggu ulang tahunnya, biarkan aku memberikan gift kepada mereka ketika memang aku ingin–bukan karena mereka sedang berulang tahun. Begitupun aku, tidak lagi berharap apa-apa dihari lahirku.


Aku memiliki cara sendiri dalam memaknai hari lahirku. Berawal dari dimana Allah memberikan kesempatan tepat dihari lahirku, saat itu tepat jam 02.45 dini hari di depan ka’bah, dadaku sesak– takjub dengan skenario Allah, tidak pernah sebelumnya berdoa di berikan rezeki umrah tepat dihari lahir.


Aku putar kembali moment-moment kehidupanku di tahun-tahun sebelumnya, rasanya tidak pernah di hari ulang tahunku sekalipun aku berterima kasih kepada Allah telah dilahirkan di dunia. Biasanya aku akan sibuk dengan pikiranku sendiri–kejutan apa yang akan teman-temanku berikan, apa yang akan spesial dihari ini. Rasanya aku lupa kalau di dunia hanya sementara, aku sibuk dengan bagaimana caranya hidup enak di dunia hingga lupa memikirkan bagaimana aku bisa meninggal dunia dengan cara yang enak (husnul khatimah). Impian terbesarku saat itu hanya berakhir usia di tanah haram.


Berlahan aku rubah cara merayakan versi aku sendiri di hari lahir, setiap kali aku bertemu dengan momen hari lahirku ditahun-tahun selanjutnya, dengan memulai hari bangun shalat tahajjud, jika sebelumnya sengaja shalat tahajjud untuk meminta hajat (dasar manusia) terkhusus di hari lahirku, aku fokuskan di sepanjang isi do’aku berterima kasih atas pencapaian satu tahun terakhir, juga ku sampaikan rasa legowoku tentang apa-apa yang belum bisa aku capai dan tentang apapun yang gagal. Hal lain, biasanya aku memberikan rewerd kepada ibuku tercinta tentu tanpa ku jelaskan alasan aku memberikan hadiah. Cukup aku dan Allah yang tahu alasannya (eeits). Aku belum bisa menjadi anak yang dengan mudahnya bilang sayang kepada orang tua, sulit ya. Aku doakan diam-diam saja lah :(


Tentu aku tidak lupa untuk berterima kasih kepada diri sendiri, meski kenyatannya rapuh tapi masih bertahan untuk tetap melangkah, peluk tubuhmu dan ucapkan terima kasih juga ya.

Namun, jangan salah, tetap aku terima dengan baik segala ucapan baik dari teman-temanku, aku yakin Allah juga akan membalas doa baik hambanya.


Selamat bertambah usia dan berkurang jatah hidup di dunia, aku. 




 

Posting Komentar

Tinggalkan jejak disini :)
Posting Komentar