Hari ke sekian dimana aku berdiam diri di rumah, sejak bulan maret hingga saat ini meskipun beberapa kali dalam hitungan jari keluar rumah, itupun karena kepentingan tugas profesiku entah aku harus bersyukur atau bagaimana bisa keluar rumah dengan tidak tenang loh kok tidak tenang? Iya, karena coronce tentunya. Semoga coronce cepat berlalu. Aamiin
Aku
yang memang seringkali memilih berdiam diri di kamar kos, kali ini benar-benar
jenuh hampir 3 bulan dirumah aja hampir setiap hari dengan waktu luang yang hanya
bergelut dengan tugas yang subahanallah
masyaallah, yang jelas aku lebih memilih profesi jalur dunia nyata daripada
dunia zoom, loh kok? Oke lanjut...
Kemarin
aku mau tidak mau harus keluar rumah lagi, untuk
membeli baju lebaran? Oh tentu tidak. Lagi-lagi tentang tugas, sebelum
keluar dari rumah karena tempat yang aku tuju lumayan jauh aku berkali-kali cek
file-file tugas dan beberapa lembaran tugas yang akan aku kirim nantinya lewat
JNE, setelah dirasa lengkap aku berpamitan lalu berangkat.
Aku
mampir ditempat fotocopy untuk burning
CD terlebih dahulu, setelah menunggu beberapa menit aku mengecek lagi
tugas-tugas yang harus aku kirim, daaaan benar ada tugas yang tertinggal, entah
bagaimana reaksiku pertama kali; mengumpat atau beristigfar aku lupa, yang
jelas jarak rumah dengan fotocopy sudah jauh. Jangan tanya berapa kilo yang
jelas aku tidak sempat menghitungnya.
Kondisi
sedang berpuasa, cuaca yang sangat terik membuat aku berfikir ulang untuk
pulang kembali. Akhirnya aku memutuskan untuk ke rumah teman untuk berteduh
menulis kembali tugasku, mengingat tidak terlalu banyak dan susah, bersyukur rumah
temanku dekat dengan tempat fotocopy, setelah ku hubungi bersyukur lagi
kebetulan sedang dirumahnya. Akhirnya
aku bertemu kembali dengan teman lama. Teman sewaktu Mts tepatnya, kakak
tingkatku. Terakhir ketemu dia masih berstatus mahasiswa sekarang sudah
sarjana. Lumayan akrab dulu, orangnya kocak tapi serius, eh gimana sih.
Setelah
sampai aku langsung bersiap untuk menulis kembali tugasku nyambi berbincang santuy dengan temanku; mulai dari pengalaman
menempuh skripsi. Skripsi memang selalu
menarik untuk dibahas haha oke lanjut. Bercerita tentang pekerjaannya saat
ini hingga cerita tentang asmaranya.
“Setelah ini mau kerja dimana, sudah ada rencana?” Tanyanya tiba-tiba
“Pengen ke Bandung, gatau gak pernah kenal dengan kota Bandung tapi pengen
disana” jawabku spontan
“Lah Bandung jauh banget”
“Iyah jauh, dari dulu punya rencana main ke Bandung tapi gak pernah kesampaian,
padahal gak punya siapa-siapa disana tapi tertarik aja”
“Jangan jauh-jauh takut gak bisa pegang orang tua, beberapa hari yang lalu ada
tetangga meninggal anaknya sukses jadi polisi tapi kondisinya sekarang gini gak
bisa pulang”
Deg
Banyak
pertanyaan “bagaimana” dikepala setelah mendengar pernyataan temanku, membuat
aku harus berfikir ulang. Mempertanyakan kembali keinganku kepada diri aku
sendiri.
“Sekalipun jika ingin kerja diluar kota, cari
yang sekiranya bisa dijangkau pulang setiap pekan atau 2 pekan sekali” kata
temanku kemudian.
Benar,
uang bisa dicari kembali tapi nyawa tidak akan bisa kembali. Bagaimanapun
keluarga yang harus diperioritaskan. Mau cari apa sih di dunia?
Terkadang kita harus belajar dengan pengalaman orang lain, dengan pengalaman orang yang dicaritakan temanku aku jadi tidak ingin seperti beliau. Cukup orang tua yang merawat hingga saat ini, ketika sudah senja cukup kita yang merawatnya minimal tidak melukai hatinya dengan perkataan-pekataan yang menyakitkan.
Setelah selesai, aku pamit untuk begegas ke JNE untuk mengirim tugas-tugasku yang aku kerjakan dengan sabar seperti anak sendiri, apaan sih oke lanjut.
Setelah selesai pulanglah aku ke rumah, yang jelas bukan ke rumah temanku. Sampai dirumah aku baru ingat tidak meminta no resi untuk bukti pengiriman tugas yang harusnya dikirim via email ke dosenku.
Pengennya
mau nangis waktu baru ingat belum minta no resi, tapi air mata takut kemakan
taku batal puasa. Jadi, aku memilih “sudah Vi tidur kamu sudah bekerja keras” ngelus dada.