perempuan yang menangis kepada bulan hitam |
duduksebentar — Yappa Mawine atau Kawin tangkap, mungkin sudah tidak asing lagi dengan budaya tersebut bagi kebanyakan orang, termasuk aku– hanya sekedar pernah mendengar tanpa tahu gimana proses dan seluk-beluk lainnya. Mungkin tidak jauh berbeda dengan kawin culik seperti budaya di Desa Adat Sade, pernah mengunjungi dan mendengar langsung prosesnya dari guide saat itu, responku hanya ngangguk-ngagguk paham, berfikir "cukup unik".
Mba Dian Purnomo penulis yang melek akan isu-isu sosial terutama isu kekerasan perempuan dan anak, enam minggu berkesempatan menginap di Waikabubak yang pada akhirnya mampu menemukan banyak fakta akan budaya di Sumba. Mba Dian berhasil membungkus perlawanannya dengan cara yang cantik, menciptakan alur cerita di novel ini dengan caranya sendiri, bahasa yang lugas, jelas, dan mudah di mengerti meskipun percakapan menggunakan bahasa Kambera atau Suku Sumba.
"Kenapa mereka biarkan perempuan-perempuan yang akan kasih lahir mereka punya keturunan penderitaan? berapa banyak perempuan yang seperti sa (re:saya)"
Diela Magi hampir lebih 20 tahun hidup di kampungnya, empat tahun kuliah di Yogyakarta dengan cita-cita besarnya penjadi PNS dan mengelola bersama sawah keluarga agar menghasilkan lebih banyak keuntungan. Setelah memegang gelar sarjana pertanian, hari na'as itu tiba– ketika Diela Magi berhenti dengan sepeda motornya di jalanan yang sepi, ada segerombolan orang menarik paksa ke dalam mobil—langkah ke-dua adat kawin tangkap setelah ada kesepakatan dari pihak Ama (re:ayah). Diela Magi di jinakkan dan di rampas kehormatannya dengan paksa hanya dengan satu alasan kuat—mendewakan adat yang mampu mengalahkan logika dan kemanusiaan, sungguh ini miris bukan. Leba Ali, duda mata keranjang yang sudah mengincar Magi sejak SD, menghalalkan segala cara untuk mengabulkan keinginannya. Begitupun Magi memantapkan segala tenaganya untuk menolak Leba Ali. Magi Diela menggigit tangannya kuat-kuat, darah yang bercucuran sempurna, kemarahannya memuncak di ujung keputus asaannya masih terselip optimisme untuk balas dendam. Biar tidak ada yang menolongnya tapi Magi sengaja menangis sekencang-kencangnya, biar orang seisi kampungnya tidak lupa dengan tangisnya.
Berbekal keberanian dan bantuan dari Dangu sahabatnya, kemudian di pertemukan dengan Gema Perempuan yang juga turut membantunya—penolakannya pada Leba Ali ternyata menimbulkan aib keluarga—tidak patuh terhadap adat katanya, Ama yang dipercaya Magi Diela mejadi satu"nya laki" yang tidak mungkin menyakitinya ternyata sama saja dengan Ama yang lain, tidak sedikitpun membela anak perempuannya.
di paksa menikah dengan orang yang tidak di cintainya dan di larang menikah dengan orang yang di cintainya karna satu suku adat. meninggalkan keluarga, Sahabat dan pulau sumba sebagai bentuk pemberontakan dalam menolak Lebah Ali. lengkap sudah penderitaan Magi.
Meski pada akhirnya Magi menyerah, menerima pinangan Lebah Ali bukan karena adat tapi karna penghormatan kepada Ama dan keluarganya. di buatnya rencana lain, sebagai pembuktian bahwa Magi lah yang pada akhirnya akan menang. Magi si keras kepala yang di turunkan dari Amanya ini sungguh di luar nurul, eh salah—nalar. rela dirinya terjerumus ke lubang bahaya demi sebuah pembuktian bahwa Amanya yang patuh pada adat ternyata hanya menjerumuskan anak perempuannya pada trauma besar.
Pada akhirnya Magi ikut menangis melihat ina dan amanya meraung di selimuti penyesalan melihat anak perempuannya dengan muka lebam kiri kanan, mata bengkak dan bekas luka lainnya di tubuhnya.
"Dua kali sa lolos dari maut. Tapi leluhur terus kasih sa pung air mata jatuh. Sampai kapan sa dan perempuan lain sa pung tanah ini akan terus menangis" Hal 312
"Budaya culik itu merendahkan perempuan. Seperti tidak ada harga diri... Ada adat yang masih bisa dipelihara, ada juga yang sebaiknya tidak kita lanjutkan" Hal 161
Menyelesaikan buku ini Cukup menguras emosi marah, sedih, tidak berdaya, tegang, tak jarang juga bergidik ngeri dan jijik. Sekali membaca kalian akan tenggelam ke dalam alur ceritanya, larut pada perasaan Magi Diela dan Perempuan-Perempuan sumba yang mengalaminya. semoga yappa mawine segera menjadi sejarah di masa lalu, tidak ada lagi Lebah Ali lainnya— laki-laki biadab pemuas nafsu yang mengatasnamankan kepatuhan adat.
Rate : 9,5/10
Penulis : Dian Purnomo
Halaman : 300 page
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2020